Jumat, 21 Juni 2013

6 jenis Flagel


Banyak spesies bakteri yang bergerak mengguanakan flagel. Hampir semua bakteri yang berbentuk lengkung dan sebagian yang berbentuk batang ditemukan adanya flagel. Sedangkan bakteri kokus jarang sekali memiliki flagel. Flagel pada bakteri memiliki tebal 0,02 – 0,1 mikro, dan panjangnya melebihi panjang sel bakteri. Menurut Gross (1995) struktur bakteri yang berflagel itu kaku dan dilengkapi dengan gelendong yang berbentuk spiral. Gelendong spiral tersusun atas flagelin, protein yang merupakan unit dasar penyusunan flagella. Berdasarkan jumlah dan posisi flagel dibedakan menjadi:
1.     Bakteri Monotrich
Yaitu bakteri yang mempunyai 1 flagel yang menempel pada salah satu kutubnya.
2.    Bakteri Amphitrich
Yaitu bakteri yang mempunyai 2 flagel yang masing-masing menempel pada kedua kutub bakteri.
3.    Bakteri Kopotrich
Yaitu bakteri yang mempunyai sekelompok flagel yang menempel pada kedua kutub bakteri.
4.    Bakteri Peritrich
Yaitu bakteri yang mempunyai flagel yang menempel pada seluruh permukaan bakteri.
5.    Bakteri Atrich
Yaitu bakteri yang tidak mempunyai flagel (tidak dapat bergerak). Pada umumnya bakteri bentuk coccus tidak mempunyai flagel.
6.    Bakteri Lopotrich
Yaitu bakteri yang mempunyai sekelompok flagel yang menempel pada salah satu kutub bakteri.













Injeksi IM


INJEKSI INTRAMUSKULER ( IM )

Pengertian
 Intramuskuler (i.m),Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah.  Denganinjeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Guna memperlambat reabsorbsi dengan maksud memperpanjag kerja obat, seringkali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, contoh suspensi penisilin dan hormone kelamin.

Mekanisme fisiologis
Obat masuk kedalam tubuh beberapa saat  setelah di injeksikan, obat akan masuk ke dalam tubuh melalui pembuluh darah, mengikuti aliran darah, disana obat akan di absorbsi oleh tubuh,  Setelah di absorbsi partikel obat yang telah terabsorbsi akan di edarkan oleh darah ke seluruh tubuh lainnya, namun disini belum memberikan efek karena belum tepat pada organ target sesuai dengan fungsi obat itu sebagai apa, entah sebagai analgesik, antipiretik, antiemesis, dan lain sebagainya. Selanjutnya setelah obat di distribusikan ke seluruh tubuh, karena obat belum memberikan efek , obat akan di metabolisme oleh hati, di hati ini obat akan dipisahkan berbagai komponenenya, partikel obat yang dibutuhkan oleh organ target akan di edarkan ke organ target tersebut untuk memberikan efek sesuai dengan masalah ( penyakit ) yang akan diatasi , sedangkan bagian partikel yang tidak dibutuhkan tubuh akan di ekskresikan oleh tubuh baik melalui keringat, urine, dan lain sebagainya.
Lokasi yang digunakan untuk penyuntikan :
1. Deltoid/lengan atas
2. Dorso gluteal/otot panggul
3. Vastus lateralis
4. Rektus femoralis
Daerah tersebut diatas digunakan dalam penyuntikan dikarenakan massa otot yang besar, vaskularisasi yang baik dan jauh dari syaraf.
Faktor yang mempengaruhi kerja obat
v  Kegemukan
Obat akan sulit di absorbs oleh tubuh karena terhalang oleh lemak, sehingga obat itu akan sulit masuk ke pembuluh darah
v  Penyakit liver, jantung, DM
Pada penyakit liver, obat akan mengalami hambatan dalam proses metabolismenya karena tempat metabolism adalah hati.
Pada pasien penyakit jantung karena aliran darah yang lemah, obat yang akan dibawa ke seluruh tubuh oleh pembuluh darah akan sulit di distribusikan.
Pada penyakit DM, jika telah terjadi penumpukan gula pada pembuluh darahnya, ia akan memperlambat proses distribusi obat karena terhalang oleh plak.
Faktor yang perlu dipertimbangkan pada saat memilih cara pemberian obat
v   Indikasi
Biasa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.
v  Kontra indikasi
Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar di bawahnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Oleh karena injeksi ini menakutkan klien, mkaka usahakan klien tidak menjadi takut dengan memberikan penjelasan.
2. Perhatikan tekhnik aseptik dan anti septik baik pada alat-alat maupun cara kerja.
3. Pada injeksi IM, memasukkan jarum seperti melepaskan anak panah sehingga rasa sakit berkurang
4. Tempat penyuntikan IM pada Muskuslus Gluteus harus betul-betul tepat, apabila salah akan berbahaya karena dapat mengena saraf ischiadicus yang menyebabkan kelumpuhan.
Persiapan Dan Pelaksanaan Pemberian Obat :
a. Persiapan alat :
1. Handscoon 1 pasang
2. Spuit steril 3 ml atau 5 ml atau spuit  imunisasi
3. Bak instrument
4. Kom berisi kapas alcohol
5. Perlak dan pengalas
6. Bengkok
7. Obat injeksi dalam vial atau ampul
8. Daftar pemberian obat
9. Kikir ampul bila diperlukan
10.waskom larutan klorin 0,5 %
11.tempat cuci tangan
12.handuk/lap tangan
13.kapas alkohol
b. Persiapan perawat :
Cuci tangan
Pakai hanscoon
c. Persiapan pasien :
Jelaskan prosedur pada pasien
Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman, contoh, posisi sims dll.
d. Persiapan lingkungan : jaga privasi klien
e. Pelaksanaan :
a  Fase orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi
3. Kontrak
b. Fase kerja
     1. Siapkan peralatan ke dekat pasien
     2. Pasang sketsel atau tutup tirai untuk menjaga privasi pasien
     3. Cuci tangan
     4. Mengidentifikasi pasien dengan prinsip 5 B (Benar obat, dosis, pasien, cara  
         pemberian dan waktu)
     5. Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan
     6. Letakkan perlak dan pengalas dibawah daerah yang akan di injeksi
     7. Posisikan pasien dan bebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian
          pasien
     8. Mematahkan ampula dengan kikir
     9. Memakai handscoon dengan baik
     10. Memasukkan obat kedalam spuit sesuai dengan advice dokter dengan
           teknik septic dan aseptic
     11. Menentukan daerah yang akan disuntik
     12. Memasang pengalas dibawah daerah yang akan disuntik
     13. Usapkan daerah penyuntikan secara sirkuler menggunakan kapas
     14. Mengangkat kulit sedikit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri
           (tangan yang tidak dominant)
     15. Tusukkan jarum ke dalam otot dengan jarum dan kulit membentuk sudut   
           90̊
     16. Lakukan aspirasi yaitu tarik penghisap sedikit untuk memeriksa apakah    
           jarum sudah masuk kedalam pembuluh darah yang ditandai dengan darah
           masuk ke dalam tabung spuit (saat aspirasi jika ada darah berarti jarum
           mengenai pembuluh darah, maka cabut segera spuit dan ganti dengan spuit
           dan obat yang baru). Jika tidak keluar darah maka masukkan obat secara
            perlahan-lahan
     17. Tarik jarum keluar setelah obat masuk (pada saat menarik jarum keluar
            tekan bekas suntikan dengan kapas alcohol agar darah tidak keluar)
     18. Lakukan masase pada tempat bekas suntikan (pada injeksi suntikan KB
           maka daerah bekas injeksi tidak boleh dilakukan masase, karena akan
           mempercepat reaksi obat, sehingga menurunkan efektifitas obat.

     19. Rapikan pasien dan bereskan alat (spuit diisi dengan larutan chlorine 0,5%
           sebelum dibuang)
     20. Lepaskan sarung tangan rendam dalam larutan chlorine
     21. Cuci tangan
c. Fase terminasi
1. Evalusi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang

askep pasien pre operasi


1.      Pengertian.
Keperawatan pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperasi. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

2.       Persiapan Klien di Unit Perawatan.
  Persiapan fisik.
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
a.    Persiapan di unit perawatan.
b.    Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
o  Status kesehatan fisik secara umum.
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
o  Status nutrisi.
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

Komunikasi Terapeutik


A.  Pengertian Komunikasi
Menurut Scott M Cotlip, dkk (2007 : 225) mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses timbal balik ( resiplokal) pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk, memberi perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh kontek para komunikator dan kontek sosialnya.
Meyer(1963 ) dalam Sudarwan denim (2004 : 104) mengemukakan bahwa dalam hubungan antar manusia rintangan – rintangan dalam komunikasi dapat dihilangkan sehingga menjauhkan terjadinya salah pengertian dan mengembangkan segi konstruktif dari kepribadian manusia.
Perawat harus mampu menciptakan suasana berkomunikasi yang kondusif dalam rangka mencapai tujuan lembaganya. Suasana curiga , tidak komunikatif, rasa takut, dan sebagainya merupakan penghambat tidak tercapainya tujuan. Dalam hal ini tujuan yang dimaksud adalah peningkatan kesehatan masyarakat diwilayah komunitas. Pada sisi lain Stepen P Robin (2007:392), bahwa komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman makna. Lebuh lanjut dikemukakan bahwa hanya lewat perpindahan makna dari satu orang keorang lain informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Selanjutnya dikemukakan bahwa komunikasi yang sempurna adalah bila pikiran atau ide disampaikan dipersepsikan penerima persis sama dengan yang dibayangkan oleh pengirim.
Komunikasi keperawatan adalah proses timbal balik ( resiplokal) pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk, memberi perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh kontek para komunikator dan kontek sosialnya yang dilakukan oleh perawat kepada masyarakat sebagai penerima informasi. Melalui komunikasi yang dilakukan oleh pelayanan keperawatan upaya – upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui pelayanan keperawatan secara langsung terhadap individu, keluarga sehingga dengan demikian indivudu, keluarga, kelompok, dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
1.      Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami.
2.      Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah tersebut.
3.      Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan.
4.      Menanggulangi masalah kesehatah yang mereka hadapi.
5.      Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka hadapi dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri (self care).

B.   Fungsi Komunikasi
Komunikasi dalam pelayanan keperawatan berfungsi untuk pengendalian, motivasi, pengungkapan emosi, dan informasi. Berfungsi mengendalikan artinya hirarki wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh masyarakat bila ingin mengkomunikasikan setiap keluhan yang berkaitan dengan kesehatannya. Sementara itu berfungsi memperkuat motivasi artinya yaitu dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka menjaga kesehatannya dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki derajat kesehatannya. Sedangkan komunikasi sebagai pengungkapan emosi artinya dimana melalui komunikasi yang terjadi di dalam komunitas itu merupakan mekanisme masyarakat menunjukkan kekecewaan dan kepuasan terhadap lingkungannya. Dan yang terakhir komunikasi berfungsi sebagai informasi artinya perawat dapat mengambil keputusan melalui penyampaian data guna mengenali dan mengevaluasi pilihan – pilihan alternatif.